Senin, 22 Februari 2016

PENGENDAPAN TIMBAL BALIK SOL HIDROFOB



I.                    TUJUAN
1.1   Mempelajari pengaruh timbal balik dari dua sol hidrofob dengan tanda muatan listrik yang berlawanan
1.2   Menentukan konsentrasi relative kedua sol hidrofob pada pengendapan timbal balik yang sempurna
II.                  PRINSIP
2.1   Berdasarkan reaksi netralisasi antara sol muatan positif Besi (III) klorida dengan sol negative Arsen trisulfida dimana interaksi antara muatan menghasilkan agregat titik optimum ditandai dengan adanya endapan terbanyak
III.                TEORI DASAR
Koloid berasal dari bahasa Yunani yaitu kolia yang berarti lem. Lem zama dahulu adalah suatu disperse koloid dalam air. Koloid jga disebut dispersi koloidal atau suspense koloidal adalah campuran yang berbeda antara larutan sejati dan suspense. Biasanya ukuran partikelnya berada antara 1 – 1000 nm/. Umumnya partikel koloid terlalu kecil untuk dipisahkan dengan saringan biasa ( kertas saring ). Partikel dapat melalui pori – pori dari kertas saring (Brady, 1999).
Koloid adalah suatu system yang terdiri atas media yang melarutkan (pendispersi) dan zat terlarut (terdispersi) yang partikel – partikelnya berukuran 1 – 1000 hm. Dan bila lebih besar dari 100 hm disebut campuran kasar atau disperse kasar. Koloid yang disebut disperse koloidal atau suspense koloidal yaitu campuran yang berada diantara larutan sejati dan suspense.
Sol adalah sebutan untuk sistem koloid dengan fasa terdispersi zat padat dan medium pendispersi zat cair. Partikel – partikel fasa terdispersi tidak menggumpal dan mengendap, hal ini disebabkan karena sol mempunyai kestabilan tertentu. Berdasarkan kestabilan ini, sol dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu sol liofob dan sol liofil. Kestabilan sol hidrofob disebabkan oleh karena adanya lapisan rangkap listrik diantara permukaan partikel dan medium pendispersinya. Permukaan partikel terdispersi mengadsorpsi ion – ion tertentu sehingga partikel tersebut memperoleh muatan listrik tertentu. Partikel – partikel koloid akan bermuatan sejenis sehingga satu sama lain saling tolak – menolak dan ion – ion disekitarnya akan terdistribusi membentuk lapisan rangkap listrik menyesuaikan dengan muatan pada permukaan partikel tersebut. Jadi adanya sedikit elektrolit dapat menstabilkan ion.
Kestabilan sol hidrofil terutama desebabkan oleh karena partikel – partikel terdispersi memiliki afinitas yang besar terhadap molekul – molekul air sehingga menjadi partikel – partikel terhidrasi (terselubungi oleh molekul – molekul air). Sol hidrofob dapat diendapkan dengan menambahkan elektrolit. Interaksi yang terjadi antara partikel sol dengan ion yang berlawanan muatan akan mengakibatkan penetralan muatan partikel, menghilangkan kestabilan sol tersebut karena hilangnya gaya tolak menolak antar partikel dan sol tersebut akan terflokulasi, akhirnya partikel – partikel sol akan mengendap. Efek yang sama dapat diperoleh apabila ke dalam suatu sol ditambahkan sol lain yang berlawanan muatan. Proses ini disebut dengan pengendapan timbal balik. Dalam hal ini akan terjadi pengendapan sempurna bila kedua sol dicampurkan dengan perbandingan tertentu. Pada percobaan ini akan ditentukan perbandingan kedua sol hidrofob yang berlawanan muatan untuk mengasilkan pengendapan sempurna.
Kestabilan dalam system koloid hidrofob disebabkan oleh adanya fenomena. Hidrasi yaitu suatu keadaan dimana molekul – molekul air tertarik oleh permukaan koloid, sehingga menyebabkan terhalangnya kontak antara koloid yang satu dengan yang lainnya. Kestabilan koloid hodrofobik terjadi karena koloid bermuatan positif akan menankan yang berlawanan pada permukaan, membentuk lapisan pelindung air di sekelilingnya, keadaan ini menghasilkan lapisan ganda dari muatan positif dan negative. Koloid hidroob yaitu koloid yang berisi cairan partikel koloid tidak mengadsorbsi molekul cairan dimana terdapat juga gaya tarik – menarik (Martin, 1990).
IV.                GAMBARAN UMUM
Selain dengan penambahan elektrolit, sol hidrofob dapat pula diendapkan dengan cara menambahkan sol lain dengan muatan berlawanan. Dalam hal ini proses yang sama akan terjadi seperti halnya dengan pengendapan karena penambahan elektrolit. Interaksi yang terjadi antara partikel sol negatif dengan partikel sol positif yang berlawanan muatan akan mengakibatkan penetralan muatan partikel sehingga menghilangkan kestabilan sol tersebut karena hilangnya gaya tolak menolak antar partikel dan sol tersebut akan terflokulasi, akhirnya partikel – partikel sol akan mengendap. Proses ini disebut dengan pengendapan timbal balik sol hidrofob.
        Pada percobaan ini digunakan Fe2O3 sebagai sol positif dan As2O3 sebagai sol negatif. Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel. Sol Fe2O3 dan As2O3 dibuat dengan cara adsorpsi.
        Dalam sistem koloid terdapat muatan sejenis. Oleh karena sejenis, maka akan terdapat gaya tolak-menolak antarpartikel koloid. Hal ini menyebabkan partikel-partikel tersebut tidak bergabung dan memberikan kestabilan pada sistem koloid (mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap karena adanya gaya gravitasi). Selain itu, kestabilan koloid juga disebabkan adanya lapis rangkap listrik pada permukaan partikel terdispersi dengan medium pendispersi. Sistem koloid bersifat netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan berinteraksi dengan muatan berlawanan pada medium pendispersi.
        Partikel-ppartikel koloid stabil karena memiliki muatan listrik yang sejenis. Ketika muatan listrik itu hilang, partikel-partikel koloid akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan ini disebut flokulasi dan gumpalannya disebut flok. Gumpalan ini akan mengendap disebabkan oleg gaya gravitasi. Peristiwa ini disebut dengan koagulasi.
Pengendapan terjadi pada penambahan sedikit sol positif (sol Fe2O3) dan penambahan lebih banyak sol negatif (As2S3). Hal ini terjadi karena ion yang valensinya lebih besar akan memiliki kekuatan koagulasi lebih besar bergantung pada muatan solnya. Arsen dan besi sama-sama memiliki muatan +3, akan tetapi jika dalam air, arsen (III) sulfida akan menarik anion sedangkan besi (III) oksida akan menarik kation. Akan tetapi, ukuran ion As3+ lebih besar dibandingkan Fe3+ sehingga ikatan As2S3 lebih mudah untuk dilepaskan, sedangkan ikatan Fe2O3 akan semakin kuat. Oleh karena itu, dibutuhkan jumlah As2S3 yang lebih banyak untuk bisa memutuskan ikatan Fe2O3 sehingga sol positifnya bisa terkoagulasi oleh sol negative.

V.                  DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Diterjemahkan oleh Sukmariah Maun.Jakarta:Binarupa Aksara.
Martin, A et. Al. 1990. Farmasi Fisik.Jakarta:UI-Press.
Padi, P. 2015. Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob.http://dokumen.tips/document/h2-pengendapan-timbal-balik-sol-hidrofob.html. Diakses pada tanggal: 6 Februari 2016.

TITRASI ARGENTOMETRI




I.                    TUJUAN
Menentukan konsentrasi NaCl dengan cara Fajans menggunakan titrasi argentometri

II.                  PRINSIP
2.1  Berdasarkan pada reaksi ion Ag+ dari AgNO3 dengan ion halida
2.2  Berdasarkan pada penentuan titik akhir titrasi dengan metode Fajans dimana pada titik akhir titrasi terbentuk endapan berwarna
III.                TEORI DASAR

Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya yang didasarkan pada pengukuran volumenya. Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan Alkalimetri : volumetri ini berdasarkan atas reaksi asam-basa.
2. Oksidimetri : volumetri ini berdasarkan atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri : volumetri ini berdasarkan atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag).
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum yang berarti perak. Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan endapan ion Ag+ pada argentometri zat pemeriksaan yang telah diberikan indikator. Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+dapat tetap diendapkan. Kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood, 1992).
Salah satu zat yang digunakan pada argentometri adalah K2CrO4. Metode ini sering disebut metode Mohr. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar Cl (klorida) dan Br (brome) dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dengan indikator K2CrO4 titrasi ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit katalis pH 6,5-9,5. Dalam suasana asam perak kromat akan larut karena akan terbentuk dikromat, dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida (Khopkar, 1990).
Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam halogen dan siaAnida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag. Sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl↓ + Na
KCl + Ag+ → AgCl↓ + K
KCN + Ag+ → K[Ag(CN)2]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K[Ag(CN)2] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg (Harizul, 1995).
Jika ion Cl ditambahkan dengan AgNO3 akan terbentuk endapan perak klorida. AgCl yang seperti didih dan putih ia tidak larut dalam air dan asam nitrat encer. Tetapi larut dalam amonia encer dan dalam larutan-larutan kalium sianida dan dalam tiosulfat (Vogel, 1985).
Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dan klorida dengan ion perak dimana digunakan ion kromat yang kemerahan diambil sebagai titik akhir (TE). Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (Pembentukan endapan berwarna) dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan AgNO3 dan penambahan K2CrO4sebagai indikator.
2. Metode Volhard (Penentuan zat warna yang mudah larut) digunakan dalam penentuan ion Cl-, Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3.
3. Metode Fajans (Indikator absorbsi) sama seperti cara Mohr, hanya terdapat perbedaan jenis indikator yang digunakan adalah indikator absorbsi seperti Cosine atau Fluones.

IV.                GAMBARAN UMUM
Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat diartikan sebagai cara pengendapan atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya endapan dan zat uji dengan titran AgNO3. Tujuan dari percobaan kali ini yaitu membuat larutan AgNO3 0,1 N, stndarisasi larutan AgNO3dengan NaCl, dan penetapan klorida dalam sampel garam dapur. Sebelum menentukan kadar NaCl, terlebih dahulu dilakukan standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl, untuk memastikan keakuratan normalitas dari AgNO3. Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode Mohr dengan indicator K2CrO4. Penambahan indikator ini akan menjadikan warna larutan menjadi kuning. Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen. Titik ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan munculnya endapan putih secara permanen. Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral. Kalium kromat hanya bisa digunakan dalam suasana netral. Jika kalium kromat pada reaksi dengan suasana asam, maka ion kromat menjadi ion bikromat. Sedangkan dalam suasana basa,ion Ag+ akan bereaksi dengan OH dari basa dan membentuk endapan AgCOH dan selanjutnya teroksidasi menjadi H2O. Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl. Ag+ dari AgNO3 dengan Cl- dari NaCl akan bereaksi membentuk endapan AgCl yang bewarna putih. Setelah ion Cl- dalam NaCl telah bereaksi semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4 (indikator) yang ditandai dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata. Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl. Kedaan yang demikian dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol grek NaCl. Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan. Ion Cl-lebih dulu bereaksi daripada ion CrO42-, kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO42-.
 Percobaan selanjutnya yaitu penetapan kadar NaCl dalam sampel. Dimana, sampel yang digunakan dalam percobaan ini yaitu garam dapur. Kadar NaCl murni yang terkandung dalam sampel tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar. Indikator yang digunakan yaitu kalium kromat ( K2CrO). Pada penambahan indikator K2CrO4 warna larutan yang tadinya bening berubah menjadi kuning bening. Dan pada saat dilakukan titrasi, ion Cl- dari NaCl yang terkandung dalam larutan bereaksi dengan ion Ag+ sehingga terbentuk endapan AgCl yang bewarna putih. Saat terjadi titik ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl- habis dalam sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrO42-dalam indikator K2CrO4 membentuk endapan putih dengan warna merah bata.

V.                  DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A & Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:Erlangga.
Hidayat, S.2013. Laporan Praktikum Dasar Kimia Analitik. http://rifnotes.blogspot.co.id/2013/06/laporan-praktikum-dasar-kimia-analitik_2683.html.Diakses pada tanggal: 4 Februari 2016.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI-Press.
Rivai, H. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta:UI-Press.
Vogel.1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta:PT. Kalman Pusaka.


LIPID




I.                    TUJUAN
1.1   Tujuan Umum
Mengenal jenis – jenis lipid (lemak) melalui sifat – sifatnya terhadap pereaksi tertentu

1.1.1          Uji Kelarutan
Tujuan
Menentukan derajat kelarutan lemak dalam air, alcohol dingin dan alcohol panas 2 – kloroform
Prinsip
Berdasarkan hokum “like dissolved like” dimana senyawa yang bersifat polar akan relative lebih larut dalam pelarut non – polar

1.1.2          Uji Akroelin
Tujuan
Membuktikan adanya gliserol dalam lemak dan mengidentifikasi bau khas gliserol
Prinsip
Berdasarkan reaksi dehidratasi gliserol dengan HSO4 anhidrat sehingga membentuk senyawa aldehid tidak jenuh (akrolein)

1.1.3          Uji Liberman – Borchatel untuk Kolesterol
Tujuan
Membuktikan adanya kolesterol dalam lemak
Prinsip
Berdasarkan reaksi dehidratasi asam asetat anhidrat menjadi 1,4 – kolesteroldiena

II.                  TEORI DASAR
Lipid berasal dari kata Yunani yang berarti lemak. Secara bahasa lipid merupakan lemak, sedangkan di lihat dari strukturnya, lipid merupakan senyawa trimester yang di bentuk dari senyawa gliserol dan berbagai asam karboksilat rantai panjang. Jadi lemak disusun dari 2 jenis molekul yang lebih kecil yaitu gliserol dan asam lemak. Gliserol adalah sejenis alkohol yang memiliki 3 karbon yang masing – masing mengandung sebuah gugus hidroksil. Asam lemak memiliki kerangka karbon yang panjang, umumnya 16 sampai 18 atom karbon, panjangnya salah satu ujung asam lemak itu adalah kepala yang terdiri atas suatu gugus karboksil dan gugus fungsional yang menyebabkan molekul ini diebut sebagai asam lemak, yang berikatan dengan gugus karboksilat itu adalah hidrokarbon panjang yang disebut ekor.
Suatu lipid didefenisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter. Lipid adalah senawa yang merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol yang kadang – kadang mengandung gugus lain. Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti : eter, aseton, kloroform dan benzene.
Lipid tidak memiliki rumus molekul yang sama, akan tetapi terdiri dari beberapa golonag yang berbeda. Berdasarkan kemiripan struktur kimia yang dimiliki, lipid di bagi menjadi beberapa golongan yaitu asam lemak, lemak dan fosfolipid. Lemak secara kimia di artikan sebagai ester dari asam lemak dan gliserol. R1, R2, R3 dalam rumus umum asam lemak adalah rantai hidrokarbon dengan jumlah atom karbon dari 3 sampai 23, tetapi yang paling umum di jumpai yaitu 15 dan 17 ( Salirawati et al, 2007).
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester (dari) gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak bersifat sebarang : pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak ( Fessenden dan Fessenden, 1982 ).
Lemak di golongkan berdasarkan kejenuhan ikatan pada asam lemaknya. Adapun penggolongannya adalah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Lemak yang mengandung asam – asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Dalam lemak hewani misalnya lemak babi dan lemak sapi, kandungan asam lemak jenuhnya lebih dominan. Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Jenis asam lemak ini dapat di identifikasi dengan reaksi adisi, dimana ikatan rangkap akan terputus sehingga terbentuk asam lemak jenuh (Salirawati et al, 2007).

III.                GAMBARAN UMUM
Lipid adalah senyawa yang merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol. Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti ester, aseton, kloroform, dan benzena. Larutan polar merupakan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik sedangkan larutan nonpolar merupakan larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Emulsi adalah salah satu campuran yang terdiri dari zat yang tidak tercampur atau tidak homogen, seperti air dan minyak, pengemulsian adalah zat yang menstabilkan emulsi yang biasanya berupa protein. Emulsi dapat pula diartikan sebagai dispersi atau suspensi menstabil suatu cairan lain yang keduanya tidak saling melarutkan. Supaya terbentuk emulsi yang stabil maka diperlukan suatu zat pengemulsi yang disebut emulsifier atau emulgator yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan.
Adapun pembahasan yang diperoleh pada pengamatan ini yaitu:
1. Uji kelarutan lemak dengan minyak kelapa
Minyak atau lemak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksi dari oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Apabila minyak mengalami oksidasi maka senyawa peroksida yang dihasilkan akan meningkat. Minyak mempunyai sifat tidak larut dalam pelarut polar dan larut dalam pelarut nonpolar.
Pada pengamatan yang dilakukan pada uji kelarutan minyak kelapa , larutan minyak kelapa hanya dapat larut dalam larutan bensin, mentega, dan larutan air + Na2CO3 + minyak. Hal ini dikarenakan bensin dapat memecah ikatan polipeptida pada rantai hidrokarbonnya yang terdapat dalam minyak kelapa dan Na2CO3. Sedangkan pada mentega tidak dapat larut dengan sempurna karena minyak dan mentega mempunyai ikatan lemak tidak jenuh yang disebabkan rantai karbonnya dapat menyatu ketika dihomogenkan. Pada larutan empedu yang tidak larut dalam minyak kelapa terlihat menghasilkan warna hijau dan ketika dicampurkan dengan minyak kelapa empedu berada dibagian bawah dan minyak di atas meskipun tidak larut. Hal ini disebabkan larutan empedu mampu membantu penyerapan lemak namun pada hasil percobaan tidak terjadi adanya endapan. Pada larutan air, albumin, Na2CO3, alkohol panas, alkohol dingin tidak larut dalam minyak kelapa karena tidak mempunyai sifat pelarut khusus untuk minyak kelapa. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa kelarutan suatu zat ditentukan oleh banyak hal, diantaranya yaitu sifat kepolaran zat dan pelarutnya.
2. Uji pembentukan emulsi
Emulsi adalah salah satu campuran yang terdiri dari zat yang tidak tercampur atau tidak homogen, seperti air dan minyak, pengemulsian adalah zat yang menstabilkan emulsi yang biasanya berupa protein. emulsi dapat pula diartikan sebagai dispersi atau suspensi menstabil suatu cairan lain yang keduanya tidak saling melarutkan. Supaya terbentuk emulsi yang stabil maka diperlukan suatu zat pengemulsi yang disebut emulsifier atau emulgator yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan.
Pada pengamatan yang dilakukan pada tabung I yang diisi dengan air atau aquadest lalu ditambahkan minyak zaitun. Terbentuk emulsi tetapi emulsinya stabil atau dengan kata lain bahwa kedua cairan ini tidak larut (tidak menyatu), larutan mengalami emulsi stabil dikarenakan adanya emulsigator pada reagen uji sehingga kondisinya stabil.
Pada tabung II yang diisi dengan air atau aquadest lalu ditambahkan minyak zaitun, serta Na2CO3 mengalami emulsi tapi tidak stabil karena ketiga cairan ini dapat menyatu (larut). Larutan mengalami emulsi tidak stabil dikarenakan tidak adanya emulsigator pada reagen uji sehingga kondisinya stabil.
Pada tabung III yang diisi dengan air atau aquadest lalu ditambahkan minyak zaitun, Na2CO3, serta larutan sabun mengalami emulsi tapi tidak stabil karena ketiga cairan ini dapat menyatu (larut), karena sabun merupakan  larutan yang bersifat basa sehingga dapat saling berikatan dengan ikatan minyak zaitun. Larutan mengalami emulsi tidak stabil dikarenakan tidak adanya emulsigator pada reagen uji sehingga kondisinya stabil.

IV.                DAFTAR PUSTAKA
Aditia, L. 2013. Laporan Lengkap Praktikum Biokimia ( Uji Pembentukan Emulsi Lipid). http://lasinrangaditia.blogspot.co.id/2015/04/laporan-lengkap-praktikum-biokimia-uji.html. Diakses pada: 4 Februari 2016.
Fessenden R. J & Fessenden J. S. 1982. Kimia Organik. Jilid II. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta:Erlangga.
Peda, J. 2013. Laporan Praktikum Biokimia “Uji Lipid”. http://jennypedaujilipid.blogspot.co.id/. Diakses pada: 4 Februari 2016.
Salirawati et, al. 2007. Belajar Kimia Menarik. Jakarta:Gramedia.